Rabu, 16 Januari 2013


Tukinem dan Tas Kreseknya

Siang itu aku sedang berada didepan rumah, saat itu aku melihat seorang wanita tua membawa sebuah tas kresek yang mesti berada di sebelah tangan kanannya itu. Wanita tua itu sering melintasi jalan raya depan rumahku, aku sering menyapanya dan sekali menyapa disitu juga wanita tua itu malah marah-marah tidak jelas sama saya.
Orang-orang kampung saya sering menyebut wanita tua itu orang gila yang tinggal disebuah gubuk pinggir jalan raya. Karena wanita tua itu sering ngomong sendiri dan sering memakan apa saja yang ada di sekelilingnya. Wanita tua itu berjalan-jalan di pinggir jalan dan tidak lupa membawa tas kreseknya itu untuk mencari uang recehan, sekali dia dikasih uang lembaran dia tidak mau menerimanya. Di pinggir jalan wanita tua itu bertemu dengan seorang anak kecil, anak kecil ini bertanya kepada wanita itu. Mbah namane sinten nggeh. “kata anak kecil itu” Wanita itu menjawab dengan suara lirih. Tukinem “kata wanita tua itu” Anehnya Tukinem tidak marah-marah sama anak kecil itu, mungkin Tukinem berfikir kalau anak kecil itu seperti cucunya sendiri. Tapi kenapa kalau sama anak seusia ku mesti kena marah sama Tukinem. Hmmm, penuh tanda  Tanya besar ?
Setelah subuh  aku meluangkan waktu untuk  lari-lari pagi, tidak sengaja aku melintasi gubuk yang didiami oleh Tukinem. Plaaak, di sekitar jalan raya banyak sebungkus makanan yang beterbangan. Subhanallah “kataku, sambil menengok ke arah sebelah kanan ingin tau apa yang di lakukan oleh Tukinem”. Tidak sengaja aku mendengar Tukinem berbicara sendiri “neng ndi nok-nok, kok rag bali mrene”. Kata itu yang diucapkan oleh Tukinem.  Sambil meninggalkan tempat Tukinem aku berlari-lari kecil menuju rumah.
Gerimis kecil-kecil, Tukinem tidak lupa membawa Tas Kreseknya berjalan menuju ke sebuah warung. Dia hanya mengambil sebungkus tempe, seperti biasa Tukinem membayar dengan uang recehannya, Tukinem bertanya kepada penjualnya “regane piro”. Sambil memandangi Tukinem penjual itu menjawab “sewu mbah”. Menyodongkan uang recehannya yang sudah dia hitung, ternyata uangnya kurang dua ratus rupiah. Kurang rongatus mbak “kata Tukinem lirih”. Nggeh mboten napa-napa mriki mbah “judes penjual”. Tukinem tertawa kecil sambil memandangi penjual.
Menuju gubuknya, memasukkan tempe itu kedalam tas kreseknya. Bersandar disebelah rumah dekat penjual bebek goreng, sering Tukinem dan tas kreseknya sering berada disitu. Penjual bebek goring itu keluar dan membawa sebungkus kerupuk, diberikan kepada Tukinem. Tukinem memasukkannya k etas kreseknya itu dan kembali kegubuknya. Tidak sabar Tukinem ingin segera memasaknya, sambil berjalan Tukinem sesekali mengambili sebuah botol-botol bekas. Sesampai di gubuknya tas kreseknya itu penuh dengan botol-botol bekas.
Setiap kali pergi Tukinem tidak pernah lupa untuk membawa tas kreseknya tersebut.  Berhari-hari Tukinem sering melakukan hal itu, entah sampai kapan Tukinem akan setia dengan tas kreseknya itu.